Minggu, 29 Maret 2009

TOKSOPLASMA?

Scientist pasti tahu dong apa itu toxoplasma, so pasti tahu kan kuliah di Analis Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung, dipelajari sewaktu semester awal sama Pak Sam, dosen Parasitologi
Sebelumnya, qt review dl yyukk…..
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler yaitu Toksoplasma gondii. Penyakit ini mempunyai gejala klinik dengan manifestasi yang sangat bervariasi. Sebagian besar pasien bahkan tidak memberikan gejala dan tidak diketahui telah terinfeksi. Pada banyak pasien termasuk bayi dan pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, toksoplasmosis dapat mengancam jiwa. Bagi ahli kebidanan dan penyakit kandungan, toksoplasmosis penting karena dapat menyebabkan penyakit pada ibu yang tak diketahui penyebabnya dan sangat potensial menyebabkan infeksi bayi dalam kandungan yang dapat menyebabkan keguguran, kematian bayi dalam kandungan dan kecacatan pada bayi.
 
Menegakkan diagnosis toksoplasmosis adalah sulit karena gejala klinisnya yang tidak selalu jelas dan bahkan pada banyak pasien tidak memberikan gejala. Hingga saat ini sudah banyak metode pemeriksaan yang dikembangkan termasuk metode pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi tetapi hasilnya masih belum memuaskan dan biayanyapun masih sangat mahal. Pemeriksaan histopatologi mungkin dapat membantu meskipun dengan hasil yang masih kurang memuaskan.
Epidemiologi
Penyebaran dari infeksi toksoplasma mencapai seluruh penjuru dunia dengan insidensi yang bervariasi. Pada penelitian antibodi toksoplasma di Tahiti dan Guatemala didapatkan infeksi hampir 100%, sedangkan di India hanya 2 %. Di Perancis didapatkan kejadian 10 infeksi akut tiap 1000 kehamilan, sedangkan di Amerika hanya 1,1 tiap 1000 kehamilan., Hasil penelitian di Indonesia untuk serologi Toksoplasma didapatkan 51,58 % untuk IgG dan 13,16 % untuk IgM. Insidensi infeksi toksoplasma rendah pada daerah dengan iklim suhu rendah seperti daerah Alaska dan juga pada daerah dengan iklim kering seperti daerah Arizona.


Siklus Hidup


Nama Toksoplasma diambil dari bahasa Yunani toxon yang berarti busur panah atau lengkung. Ini sesuai dengan bentuk Toksoplasma yang seperti bulan sabit. Adapun bentuk seperti ini didapatkan pada Toksoplasma dalam bentuk tropozoit pada fase proliferasi, merozoit dari kista, merozoit hasil dari schizogoni pada epitel usus kucing, dan pada sporozoit dari ookista.
Siklus hidup Toksoplasma ada 5 tingkat : Fase proliferatif, stadium kista, fase schizogoni dan gametogoni dan fase ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista. Fase ini dapat terjadi dalam bermacam macam inang. Siklus seksual secara spesifik hanya terdapat pada kucing.
Fase proliferatif, yang menghasilkan tropozoit, terjadi secara intraseluler dalam banyak jaringan saat terjadi infeksi primer. Tropozoit menjadi berkurang jumlahnya pada saat imunitas inang terbentuk, dan infeksi dapat masuk dalam stadium kronis. Apabila terjadi penurunan dan penekanan daya tahan tubuh, tropozoit dapat kembali berprofilerasi dan menjadi banyak. Fase proliferasi ini juga terjadi saat pembelahan sel.
Kista dapat terbentuk setelah terjadi beberapa siklus proliferasi dimana terbentuk tropozoit. Kista ini dapat terbentuk selama infeksi kronis yang berhubungan dengan imunitas tubuh. Kista terbentuk intrasel dan kemudian terdapat secara bebas di dalam jaringan sebagai stadiun tidak aktif dan dapat menetap dalam jaringan tanpa menimbulkan reaksi inflamasi. Pada saat ini antibodi dapat menurun meskipun masih terdapat infeksi. Pada saat daya tahan tubuh menurun dan pada saat fase proliferasi, kista tidak terbentuk. Kista pada binatang yang terinfeksi menjadi infeksius bila termakan oleh karnivora dan toksoplasma masuk melalui usus.
Siklus seksual Toksoplasma gondii hanya terdapat pada kucing. Kucing dapat terinfeksi saat makan kista, pseudokista atau ookista. Kemudian tropozoit masuk kedalam epitel usus kucing dan membentuk schizon dan kemudian membentuk makrogamet dan mikrogamet. Ookista kemudian terbentuk dan dikeluarkan bersama feses kucing 3 – 5 hari setelah terinfeksi dan menetap didalamnya selama 1 – 2 minggu. Ookista kemudian menjadi sangat infeksius saat terjadi sporulasi setelah 1 – 3 hari pada suhu 22 C. Ookista dapat bertahan pada berbagai macam kondisi lingkungan dan pada udara bebas selama 1 tahun atau lebih.
Infeksi pada manusia dapat terjadi saat makan daging yang kurang matang, sayur-sayuran yang tidak dimasak, makanan yang terkontaminasi kotoran kucing, melalui lalat atau serangga. Juga ada kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara yang terdapat ookista yang beterbangan.
Cara penularan lain yang sangat penting adalah pada jalur maternofetal. Ibu yang mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat menularkannya pada janin melalui plasenta. Risiko terjadinya infeksi pada janin dalam rahim meningkat menurut lamanya atau umur kehamilan. Pada kehamilan trimester I risiko infeksi sekitar 17 %, pada trimester II sekitar 24 % dan pada trimester III sekitar 62 %. Pada
ibu yang mendapat infeksi sebelum terjadinya konsepsi sangat jarang menularkannya pada janin. Meskipun risiko infeksi meningkat sesuai umur kehamilan, tetapi > 90 % dari infeksi yang didapat saat trimester III biasanya tidak memberikan gejala saat bayi lahir.
Gejala klinik
Pada manusia dewasa dengan daya tahan tubuh yang baik biasanya hanya memberikan gejala minimal dan bahkan sering tidak menimbulkan gejala. Apabila menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti : demam, nyeri otot, sakit tenggorokan,kadang-kadang nyeri dan ada pembesaran kelenjar limfe servikalis posterior, supraklavikula dan suboksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi sakit kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pnemonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis, delirium dan dapat terjadi kejang.
Pada toksoplasmosis kongenital berat dapat menyebabkan kematian janin, tetapi pada keadaan yang lain, infeksi dapat tidak memberikan gejala dan bayi dapat lahir normal. Kelainan pada janin dengan toksoplasmosis kongenital dapat berupa gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, hidrosefali, anensefali, mikrosefali. hidrops non imun, korioretinitis. Pada bayi dapat juga lahir tanpa gejala tetapi kemudian timbul gejala lambat seperti korioretinitis, katarak, ikterus, mikrosefali, pnemonia dan diare.
Komplikasi jangka panjang yang serius adalah timbulnya kejang, retardasi mental dan gangguan penglihatan.
Kebanyakan bayi yang meninggal karena infeksi toksoplasma mengalami kerusakan yang berat pada otak. Kerusakan pada pembuluh darah menyebabkan kematian fokal dan difus pada hemisfer otak, batang otak dan serebellum. Kerusakan yang lebih berat terjadi pada korteks daerah sekitar ventrikel otak, dan ganglia basalis. Seringkali terbentuk kista yang dapat menyebabkan sumbatan pada saluran serebrospinal yang dapat menyebabkan hidrosefali.
Diagnosis
Menegakkan diagnosis tokoplasmosis sulit dilakukan karena gejala klinisnya yang tidak selalu jelas, dan bahkan banyak yang tidak menimbulkan gejala. Beberapa metode pemeriksaan telah dikembangkan untuk mendiagnosa toksoplasmosis tetapi hasilnya masih kurang memuaskan disamping biayanya masih sangat mahal. Sampai saat ini penyaringan serum toksoplasmosis prenatal masih belum dapat dilakukan karena kesulitan teknik dalam menginterpretasikan hasilnya.
Salah satu cara menegakkan diagnosis toksoplasmosis adalah dengan cara isolasi parasit yang diambil dari darah, cairan serebrospinal atau biopsi yang kemudian diinokulasikan ke dalam peritoneum tikus, hamster atau kelinci yang bebas dari infeksi toksoplasma. Diagnosis prenatal dapat dilakukan dengan Chorionic Villus Sampling ( CVS ), kordosintesis, amniosintesis yang kemudian dari hasil sampling tersebut dilakukan inokulasi pada peritoneum tikus mencit untuk menemukan toksoplasma. Metode isolasi ini sekarang sudah jarang dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama dan kebanyakan laboratorium rumah-sakit tidak mempunyai fasilitas untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Pada pemeriksaan secara makroskopis, plasenta yang terinfeksi biasanya membesar dan memperlihatkan lesi yang mirip dengan gambaran khas dari eritroblastosis fetalis. Villi akan membesar, oedematus dan sering immatur pada umur kehamilan. Secara histopatologis yang ditemukan tergantung pada stadium parasit dan respon imun dari penderita. Gambaran yang ditemukan dapat berupa gambaran normal sampai pada gambaran hiperplasia folikel, dimana ditemukan peningkatan limfoblas retikuler ( sel imunoblas besar ), sering didapatkan normoblas pada pembuluh darah, infiltrat sel radang subakut yang bersifat fokal maupun difus, small clumps histiosit yang dapat ditemukan pada daerah tepi dari sel-sel yang terinfeksi, menunjukkan gambaran agregasi, gambaran folikel yang khas yang berhubungan dengan kenaikan titer serologi. Pada beberapa kasus dapat ditemukan gambaran proliferatif dan nekrotik dari peradangan villi. Kadang-kadang peradangan villi ditemukan dengan adanya limfosit, sel plasma, dan fibrosis.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran organisme dalam sel. Organisme sulit ditemukan pada plasenta, tetapi bila ditemukan biasanya terdapat dalam bentuk kista di korion atau jaringan subkorion. Identifikasi sering sulit, sebab sinsitium yang mengalami degenerasi sering mirip dengan kista.
Pada neonatus dapat ditemukan gambaran seperti pada hepatitis, berupa gambaran nekrosis sel hati, Giants cell, hematopoesis ekstranoduler, nekrosis adrenal. Pada susunan syaraf pusat dapat ditemukan nodul mikroglial dengan takizoit, ulkus ependymal, radang soliter akuaduktus dan atau ventrikel.
Pemeriksaan serologi saat ini merupakan metode yang sering digunakan. Meskipun demikian pemeriksaan serologi untuk toksoplasma cenderung mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Beberapa metode pemeriksaan yang pernah dilakukan antara lain Sabin-Feldman dye test, indirect fluorescent assays (IFA), indirect hemagglutination assays (IHA), dan complement fixation test (CFT). Cara pemeriksaan yang baru dan saat ini sering digunakan adalah dengan enzyme-linnked immunosorbent assay (ELISA). Kebanyakan laboratorium saat ini sudah tidak menggunakan Sabin-Feldman dye test. Pemeriksaan - pemeriksaan yang sering digunakan adalah dengan mengukur jumlah IgG , IgM atau keduanya. Ig M dapat terdeteksi lebih kurang 1 minggu setelah infeksi akut dan menetap selama beberapa minggu atau bulan. IgG biasanya tidak muncul sampai beberapa minggu setelah peningkatan IgM tetapi dalam titer rendah dapat menetap sampai beberapa tahun.
Secara optimal, antibodi IgG terhadap toksoplasmosis dapat diperiksa sebelum konsepsi, dimana adanya IgG yang spesifik untuk toksoplasma memberikan petunjuk adanya perlindungan terhadap infeksi yang lampau. Pada wanita hamil yang belum diketahui status serologinya, adanya titer IgG toksoplasma yang tinggi sebaiknya diperiksa titer IgM spesifik toksoplasma. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi yang baru saja terjadi, terutama dalam keadaan titer yang tinggi. Tetapi harus diingat bahwa IgM dapat terdeteksi selama lebih dari 4 bulan bila menggunakan fluorescent antibody test , dan dapat lebih dari 8 bulan bila menggunakan ELISA.
Diagnosis prenatal dari toksoplasmosis kongenital dapat juga dilakukan dengan kordosintesis dan amniosintesis dengan tes serologi untuk IgG dan IgM pada darah fetus. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi karena IgM tidak dapat melewati barier plasenta sedangkan IgG dapat berasal dari ibu. Meskipun demikian antibodi IgM spesifik mungkin tidak dapat ditemukan karena kemungkinan terbentuknya antibodi dapat terlambat pada janin dan bayi.Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan IgG avidity untuk melihat kronisitas infeksi, dimana semakin tinggi kadar afinitas semakin lama infeksi telah terjadi.
Beberapa pedoman yang dapat digunakan dalam menilai hasil serologi :
1. Infeksi primer akut dapat dicurigai bila
a. Terdapat serokonversi IgG atau peningkatan IgG 2-4 kali lipat dengan interval 2-3 minggu.
b. Terdapatnya IgA dan IgM positif menunjukkan infeksi 1-3 minggu yang lalu.
c. IgG avidity yang rendah
d. Hasil Sabin-Feldman / IFA > 300 IU/ml atau 1 : 1000
e. IgM-IFA 1 : 80 atau IgM-ELISA 2.600 IU/ml
2. IgG yang rendah dan stabil tanpa disertai IgM diperkirakan merupakan infeksi lampau.
  1. Ada 5 % penderita dengan IgM persisten yang bertahun-tahun akan positif
  2. Satu kali pemeriksaan dengan IgG dan IgM positif tidak dapat dipastikan sebagai infeksi akut dan harus dilakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan lain.
Penatalaksanaan
Infeksi toksoplasma pada ibu hamil dapat dicegah dengan cara menghindari tertelannya kista atau ookista berbentuk spora dengan menjaga kebersihan diri. Perlu kebiasaan mencuci tangan sebelum makan atau setelah kontak dengan kucing/ kotoran kucing, memasak makanan sampai matang benar ( > 66 C ) dan menggunakan sarung tangan sewaktu berkebun. Buah-buahan dan sayur mentah harus dicuci bersih dan makanan dilindungi supaya tidak dihinggapi lalat, kecoa dan serangga atau binatang lain yang mungkin dapat membawa kontaminasi dari kotoran kucing.
Pengobatan terhadap ibu hamil yang terinfeksi akut dengan tujuan mengurangi infeksi ke janin diperkirakan efektifitasnya hanya 50 %.
Dosis yang dianjurkan WHO adalah :
1. Kombinasi antara sulfa, pirimethamin dan asam folat dengan dosis:
- Sulfonamide/ sulfadiazin 1000 mg per hari
- Pirimethamin ( Daraprim) 25 mg per hari
- Asam folat 10 mg/ minggu (mencegah depresi sumsum tulang )
Dosis ini diberikan selama 4 minggu dan diulang lagi dengan interval 4 minggu dengan maksimum 3 siklus pemberian sampai terjadi persalinan. Karena teratogenik maka kombinasi pirimethamin dan sulfa baru dapat digunakan setelah kehamilan 20 minggu.
2. Pada kehamilan trimester I digunakan spiramisin, suatu antibiotika golongan makrolid dengan dosis 3 X 1 gram selama 4 minggu (9 juta unit) dan diulang tiap 4 minggu.
IDENTIFIKASI SPESIFIK TERHADAP Toxoplasma gondii MELALUI APLIKASI GEN DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION
Telah dilakukan penelitian yang berjudul identifikasi spesifik terhadap Toxoplasma gondii melalui aplikasi gen dengan "Polymerase Chain Reaction". Tujuan dari penelitian ini adalah mencari metode alternatif untuk melakukan diagnosis toxoplasmosis secara dini dan menentukan waktu pengambilan sampel yang paling tepat untuk mendeteksi kasus toksoplasmosis, dalam rangka diagnosis dini terhadap toksoplasmosis. Berbagai upaya, dalam pencegahan terhadap penyakit zoonosis toksoplasmosis telah diupayakan, akan tetapi selalu dihadapkan pada kesulitan mendiagnosa dini. Sampai saat ini diagnosis toksoplasmanosis di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan mendeteksi adanya antibodi yang terbentuk akibat infeksi toksoplasma. Namun demikian uji tersebut tidak akan efisien apabila antibodi terhadap toksplasma belum terbentuk, seperti pada infeksi toksoplasmanosis dini. Oleh karena itu perlu dicari metode alternatif untuk tujuan terutama diagnosa dini adanya toksoplasmosis. Untuk perbanyakan T gondii dilakukan dengan cara menyuntikkan isolat tersebut pada 2 ekor mencit jenis Balb/C. Mencit tersebut kemudian dipelihara sampal umur 1 minggu, dipanen takizoitnya dan ditentukan jumlahnya untuk selanjutnya dapat diketahui konsentrasinya. Setelah itu takizoit diinfeksikan pada 5 ekor mencit dewasa. Sebagai kontrol digunakan 3 mencit yang tidak diinfeksi T gondii. Sampel T gondii selanjutnya dipanen dengan cara mengambil sampel darah yang telah diinfeksi dengan parasit tersebut pada hari ke 2, 4, dan 6 setelah diinfeksi takizoit. Takizoit tersebut kemudian dipisahkan dengan material lain dengan cara sentrifus. Selain itu, dilakukan UJI serologi terhadap masing masing sampel pada setiap pengambilan untuk meneguhkan bahwa T gondii telah menginfeksi. Dengan teknik PCR dilakukan deteksi genom T gondii yang telah diisolasi sebelumnya. Primer ditentukan berdasarkan data sequence dari GenBank yaitu gen Bl. Hasil amplifikasi PCR kemudian di running dan dielektroforesis dengan menggunakan gel 1,5% 2%, dan hasilnya didokumentasi dengan foto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan primer spesifik gen B1 dapat dideteksi secara dini toksoplasmosis mulai hari ke 3 setelah infeksi. Hasil elektroforesis menunjukkan amplifikasi DNA sebesar 634 bp. Deteksi toksoplasmosis dengan PCR ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dalam isolasi diperoleh DNA yang cukup.
Ancaman Toxoplasma Mengintai Janin
Sebagai sebuah siklus hidup kehamilan merupakan gerbang awal sebuah kehidupan. Tentu saja tidak gampang, sebab ada banyak penghalang yang melintang. Sejak masih berupa sperma dan ovum pun penghalang pertemuan keduanya sudah terjadi.

Demikian pula dengan penyakit. Beragam penyakit ada di sekitar kehamilan, baik yang menyerang sang ibu ataupun janin. Di antara penyakit yang wajib diwaspadai selama masa kehamilan adalah toksoplasma, rubella, cytomegalovirus dan herpes simplek. Beberapa penyakit lainnya a.l. sipilis, infeksi streptococcus grup B,listeriosis dll.
Tetapi di antara penyakit ganas itu, dunia kedokteran mengakui toksoplasma adalah yang paling ganas. Tokso, begitu penyakit ini biasa disingkat, juga cukup cerdik, sebab sulit terdeteksi dan mampu menyusup dengan beragam cara.
Penelitian menunjukkan sekitar 40% wanita hamil pengidap toksoplasma pada awal kehamilan, janin yang dilahirkan akan terinfeksi, dan 15% mengalami abortus atau kelahiran dini. Sedangkan bagi janin tercatat 17% janin terinfeksi pada tiga bulan pertama, 24% pada tiga bulan kedua, dan 62% pada tiga bulan ketiga.

Memang, 90% bayi yang terinfeksi dapat lahir dengan normal namun 80%-90 % bayi tersebut dapat menderita gangguan penglihatan sampai buta setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah lahir, dan 10% di antaranya dapat mengalami gangguan pendengaran.
Menurut dosen FK Undip bagian Patologi Klinik Purwanto A.P., indikasi infeksi pada bayi dapat diketahui melalui pemeriksaan ultrasonografi yang memperlihatkan adanya cairan berlebihan pada perut, pengapuran pada otak, serta pelebaran saluran cairan otak.
"Selain itu sangat disarankan untuk melakukan uji Torch sebelum memutuskan hamil. Sebab kuman penyakit ini tidak bisa dibunuh tapi hanya diturunkan keaktifannya dan daya tahan tubuh ibu dinaikkan," ujarnya pada simposium ilmiah Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia, akhir pekan lalu.
Toksoplasma memang biang kerok berbagai kondisi abnormal bayi a.l kelainan pada saraf, mata, serta kelainan sistemik seperti pucat, kuning, demam, pembesaran hati dan limpa atau pendarahan.
Gangguan fungsi saraf dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan psikomotorik dalam bentuk gangguan kecerdasan maupun keterlambatan perkembangan bicara, serta kejang dan kekakuan yang akhirnya menimbulkan keterlambatan perkembangan motorik.
Infeksi pada bayi juga berpotensi menyebabkan cacat bawaan, terutama bila terjadi pada usia kehamilan awal sampai tiga bulan. Toksoplasma juga dapat menyebabkan encephalus (tidak memiliki tulang tengkorak), hydrocephalus (pembesaran kepala), dan bahkan kematian.
Sampai saat ini masyarakat seringkali salah kaprah menganggap kucing sebagai penyebab penyakit ini. Padahal dalangnya adalah parasit toksoplasma gondii, yang dapat ditularkan oleh kucing.
Namun, salah besar apabila beranggapan hanya kucing yang dapat menjadi dalang penyebaran penyakit toksoplasma. Sebab parasit ini dapat menyerang semua jenis satwa, termasuk burung, ikan, kelinci, anjing, babi, kambing dan mamalia bahkan manusia.

Parasit ini juga bisa terdapat pada daging setengah matang, telur setengah matang, buah-buahan atau sayuran yang tercemar tinja hewan peliharaan yang mengandung oosit toksoplasma, salah satu bentuk toksoplasma yang dapat menimbulkan infeksi.

Toksoplasma dalam bentuk tachizoit terdapat dalam cairan tubuh seperti darah, air liur, dan cairan sperma, yang mampu ditularkan oleh serangga lewat gigitan. Tachizoit pun bisa bersarang di calon telur atau kelenjar susu sehingga tidak menutup kemungkinan telur dan air susu pun bisa tertular toksoplasma.

Penularan juga bisa terjadi lewat transfusi darah atau transplantasi organ yang membawa kista toksoplasma. Cangkok jantung, ginjal, dan hati bisa menjadi ajang penularan toksoplasma.
Dalam sel darah
Parasit toksoplasma kebanyakan berkembang biak dalam sel darah putih, jaringan parenkim, dan sel endotel dengan cara membelah diri. Setelah berkembang biak, parasit ini kemudian membentuk kista.
Dalam bentuk inilah parasit akan berdiam diri di dalam jaringan saraf mata, otot jantung, alat pencernaan, dan lain sebagainya. Pada saluran pencernaan hewan sebangsa kucing, toksoplasma bahkan mampu berkembang biak secara lengkap.

Sebab itu bangsa kucing disebut induk semang difinitif. Pada kotoran kucing, toksoplasma ditemukan dalam bentuk telur. Dalam waktu 48 jam telur itu akan membelah menjadi bentuk infektif yang berbahaya bagi manusia atau hewan lain jika tertelan melalui makanan atau minuman yang tercemar.
Dalam organ tubuh manusia, kista toksoplasma umumnya tidak bermasalah. Pengidap kista toksoplasma nyaris tidak mempunyai keluhan karena parasit toksoplasma tergolong oportunis.
Jika tubuh kuat maka parasit yang diidap hanya diam tenang tidak menimbulkan gejala penyakit. Kista baru menimbulkan gejala sakit jika kondisi tubuh lemah, kekebalan tubuh menurun, kekurangan gizi atau stres. Kista pada jaringan tubuh dapat merusak organ.
Itu pun tergantung pada umur berapa orang tersebut terinfeksi, seberapa ganas parasitnya, berapa besar jumlah parasit yang masuk ke tubuh, dan organ mana yang diserang.

"Tindakan pengobatan hanya bisa membasmi telur parasitnya sehingga kista yang berada dalam jaringan tubuh akan menetap seumur hidup. Tidak benar bahwa toksoplasma hanya menyerang wanita hamil," tutur Budi Palarto dari RS Panti Wilasa.

Tak hanya ibu hamil
Toksoplasma dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin dan umur. Sebagian besar orang yang terinfeksi telah membentuk kekebalan tubuh sehingga parasit toksoplasma tidak berkembang dan terbungkus dalam kista yang terbentuk dari kerak perkapuran (kalsifikasi).
Pada orang dewasa toksoplasma biasanya menimbulkan gejala berupa rasa lelah, nyeri kepala, sakit tenggorokan, demam, pembesaran kelenjar getah bening termasuk hati serta limpa, maupun gangguan pada kulit.
Pada penderita imunocompromise misalnya penderita AIDS, kanker maupun transplantasi organ, akan cepat terlihat adanya gangguan sistem syaraf, encepalitis, pembesaran kelenjar limfa, gangguan mata, pendengaran, gangguan pernafasan serta gangguan jantung.
Itu semua bukan gejala yang khas sehingga sulit untuk mengetahui adanya toksoplasma dalam tubuh seseorang hanya dari gejala yang ditimbulkannya sehingga banyak penderita maupun dokter mengabaikannya.
Kondisi ini terjadi akibat adanya sistem kekebalan yang menekan tachizoit tetap berada dalam bentuk kista inaktif. Infeksi toksoplasma baru bisa dideteksi jika dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium melalui uji serologis (serum darah).

Metodenya dengan mendeteksi adanya antibodi khas antitoksoplasma. Seseorang dinyatakan terinfeksi toksoplasmosis jika dalam darahnya terdeteksi IgM dan IgA antitoksoplasma positif. Bila indikasi infeksi positif, orang tersebut harus segera diberi penanganan sedini mungkin. Terapi harus dilakukan terus sampai persalinan. Bahkan, setelah persalinan perlu pemeriksaan pada bayi.
Beberapa Gambar berhubungan dengan Toksoplasma


1 komentar:

Feriyadi Ramansyah mengatakan...

itu bayinya udh meninggal/masih idup?